Contoh Teks Khutbah Jumat Pertama Dan Kedua Singkat Lengkap
Khutbah pada sholat jum’at merupakan bagain rukun penting dan tidka di pisahkan satu sama lain dengan tata cara pelaksanaan sholat jumat itu sendiri. Bahkan khutbah pada ketika itu hukumnya satu martabat denga sholat, artinya apa yang menjadi syarat sah sholat, maka itu juga menjadi syarat sah khutbah jum’at. Untuk itu mengetahui dan memahami arti daripada khutbah jum’at itu sendiri penting kiranya bagi syarat wajib jum’at.
Tata cara dari segi pelaksanaan khutbah jumat singkat itu sendiri yang sesuai dengan kaidahnya itu tidak hanya harus diketahui dan di pahami oleh jama’ah saja, namun oleh si khotib itu sendiri juga harus menjadi penggalan penting didalamnya biar bisa dikategorikan sah berdasarkan kaidah ilmu yang mengaturnya. Terutama yang sudah termasuk pada rukun khutbah baik dari rangkaian lapadz-lapadz nya maupun dari tata pelaksanaan khutbah itu sendiri.
Sehingga dari segi klarifikasi isi khutbah itu harus bisa di dengar dengan baik oleh syarat wajib jum’at yaitu paling tidak 40 orang yang mengakibatkan khutbah itu sah jikalau berdasarkan imam Syafi’i. Tentunya berbeda jikalau berdasarkan imam madzhab lainnya ihwal khutbah itu, namun meskipun begitu tidak mengakibatkan perbedaan pendapat tersebut seolah menjadi perselisihan yang nyata. Berikut dalil Quran dan Alhadits ihwal ibadah sholat jumat.
Alquran Surat Al-Jumu`ah ayat 9
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jikalau kau mengetahui.” ( Al-Jumu`ah
Hadits dari Dari Dari Abi Al-Ja`d Adh-dhamiri ra. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ تَرَكَ َثلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طبَعَ الله عَلىَ قَلْبِهِ
Artinya: “Orang yang meninggalkan 3 kali shalat Jumat alasannya lalai, Allah akan menutup hatinya.” (HR. Abu Daud)
Dari dua keterangan di atas tentunya kita sebagai umat muslim baligh dan cerdik itu lebih memaknai lebih jauh arti daripada perintahan sholat jumat itu sendiri, Sehingga keutamaan serta keunggulan dari pelaksanaan baik dari segi waktu sholat jumat maupun dari tata cara nya itu seolah sudah menjadi bagain penting untuk senantiasa mendapat keberkahan dari hari jumat itu.
Demikian pula dari pemahaman isi khutbah tersebut yang bisa jauh di mengerti dan di pahami oleh kita untuk bisa di dedikasikan pada kehidupan sehari-hari. Dan balasannya pemknaan tersebut itu tidak lepas dari bagaimana penyampaian khutbah jumat itu sendiri apakah gampang di pahami atau malah sebaliknya. Maka dalam hal ini kebijakan seorang khotib sangat memilih sekali terhadap nasihat yang dirasakan oleh jam’ah sholat jumat.
Sebagaiman yang telah dijelasan dengan detail oleh beberapa ulama fuqoha ihwal bagaimana kewajiabn seorang khotib dan para jama’ah ketika pelaksanaan khutbah itu sedang berlangsung. Untuk itu salah satu pola dari khutbah-khutbah terbaik ini mungkin bisa menjadi alternatif dan solusi yang bermanfaat bagi semuanya dalam mendapat arti penting daripada pemahaman intisari khutbah itu sendiri.
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh pernah melontarkan kalimat:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّـــــــــاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُمْ أَحْرَارًا؟
“Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka.” (Kitab al-Wilâyah ‘alal Buldân fî ‘Ashril Khulafâ’ ar-Râsyidîn)
Sayyidina Umar memang menyampaikannya dengan nada tanya, namun gotong royong ia sedang mengorek kesadaran kita ihwal hakikat manusia. Menurutnya, insan secara fitrah yaitu merdeka. Bayi yang lahir ke dunia tak hanya dalam keadaan suci tapi juga bebas dari segala bentuk ketertindasan.
Sebagai konsekuensinya, penjajahan gotong royong yaitu proses pengingkaran akan sifat hakiki manusia. Karena itu Islam mengizinkan membela diri ketika kezaliman menimpa diri. Bahkan, pada level penjajahan yang mengancam jiwa, umat Islam secara syar’i diperbolehkan mengobarkan perang. Perang dalam konteks ini yaitu untuk kepentingan mempertahankan diri (defensif), bukan perang dengan motif asal menyerang (ofensif).
Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini ketika menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu. Perjuangan mereka lakukan bersama banyak sekali elemen bangsa lain yang tidak hanya beda suku dan tempat tapi juga agama dan kepercayaan. Sebab, kemerdekaan memang menjadi duduk perkara insan secara keseluruhan, bukan cuma golongan tertentu. Islam mengakuinya sebagai nilai yang universal.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Tanah air menjadi elemen penting dalam usaha tersebut. Tanah air tidak ubahnya rumah yang dihuni jutaan bahkan ratusan juta manusia. Islam mengakui hak atas keamanan tempat tinggal dan memperbolehkan melaksanakan pembelaan bila terjadi ancaman yang membahayakannya.
Al-Qur’an bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan tanah air dalam Surat al-Mumtahanan ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kau untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu alasannya agama dan tidak (pula) mengusir kau dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Seorang pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut memberi pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan tanah air. Oleh Al-Qur’an keduanya dijadikan alasan untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil. Al-Qur’an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka. Tidak heran bila sejumlah ulama memunculkan jargon hubbul wathan minal kepercayaan (cinta tanah air sebagian dari iman).
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Dengan demikian, cara pertama yang bisa dilakukan untuk menyambut hari kemerdekaan ini yaitu mensyukuri secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati atas anugerah kemanan atas agama dan negara kita dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan. Sebab, nikmat agung sesudah kepercayaan yaitu kondusif (a’dhamun ni‘ami ba‘dal îmân billâh ni‘matul aman).
Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?
Pertama, mengisi kemerdekaan selama ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Menjalankan syariat secara tenang yaitu anugerah yang besar di tengah sebagian saudara-saudara kita di belahan dunia lain berjuang mencari kedamaian. Umat Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada sang khaliq dan berbuat baik kepada sesama. Perlombaan yang paling manis dim omen ini yaitu perlombaan menuju paling menjadi pribadi paling takwa alasannya di situlah kemuliaan sanggup diraih.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, gotong royong Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan mengakibatkan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
Yang kedua, menyayangi negeri ini dengan memperhatikan banyak sekali kemaslahatan dan kemudaratan bagi eksistensinya. Segala upaya yang memperlihatkan manfaat bagi rakyat luas kita dukung, sementara yang merugikan masyarakat banyak kita tolak.
Dukungan terhadap kemaslahatan publik bisa dimulai dari diri sendiri yang berpatisipasi terhadap proses kemajuan di masyarakat, andil bergotong royong, atau patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya, mencegah mudarat berarti menjauhkan bangsa ini dari banyak sekali marabahaya, ibarat bencana, korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.
Inilah pengejawantahan dari perilaku amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas. Ajakan kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran dipraktikkan dalam konteks pembangunan masyarakat. Tujuannya, membuat kehidupan yang lebih harmonis, adil, dan sejahtera. Termasuk dalam praktik ini yaitu mengapresiasi pemerintah bila kebijakan yang dijalankan mempunyai kegunaan dan mengkritiknya tanpa segan ketika kebijakan pemerintah melenceng dari kemaslahatan bersama.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama yaitu landasan, sedangkan kekuasaan yaitu pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.”
Al-Ghazali dalam penryataan itu seolah ingin menegaskan bahwa ada korelasi simbiosis yang tak terpisahkan antara agama dan negara. Alih-alih bertentangan, keduanya justru hadir dalam keadaan saling menopang. Negara membutuhkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam agama, sementara agama memperlukan “rumah” yang bisa merawat keberlangsungannya secara kondusif dan damai.
Indonesia yaitu sebuah nikmat yang sangat penting. Kita bersyukur dasar negara kita senafas dengan substansi aliran Islam. Kemerdekaan memang belum diraih secara tuntas dalam segala bidang. Namun, itulah kiprah kita sebagai warga negara yang baik untuk tak hanya mengeluhkan keadaan tapi juga harus turut serta memperbaikinya sebagai penggalan dari lisan hubbul wathan. Semoga Allah subhânahu wata‘âlâ senantiasa menjaga negara dan agama kita dari malapetaka sampai bisa kita wariskan ke generasi-generasi berkutnya. Wallâhu a‘lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Contoh teks khutbah jumat pertama dan kedua singkat lengkap 1 lembar pilihan ihwal kejujuran, kemerdekaan serta kebersihan dengan doa terbaru ini bisa menjadi kajian yang bermanfaat salah satunya yang ada pada intisari khutbah idul adha dan khutbah-khutbah yang lainnya.
Belum ada Komentar untuk "Contoh Teks Khutbah Jumat Pertama Dan Kedua Singkat Lengkap"
Posting Komentar